Saturday, February 21, 2015

Ratap Rindu

Pagi belum beranjak terganti siang.
Rindu pada kekasih dan buah hati tak terbendung lagi. Handphone kuraih dan menekan nomer kontak yang sangat kuhapal. Tut...tut...tut... Hanya suara itu saja yang terdengar hingga tergantikan suara operator dengan sangat santun mengucap terima kasih. "Ah... kemanakah kalian semua?" - kuhempaskan tubuh di kasur tipis jauh dari empuk sembari meratap tertahan. Bulir-bulir rindu berjatuhan. Aku begitu ingin mendengar 'suara-suara' pelita hidupku....bahkan terlalu menginginkannya. Ratap masih berlangsung hingga sadar menghampiriku. Sadar yang membawaku menjelajahi arti kebersamaan, perpisahan dan rindu. Dan diantara kata-kata tersebut ada perekat yang bernama kasih atau cinta. Bila tak ada kasih atau cinta dalam kebersamaan maka pada perpisahan tak kan ada  rindu yang tercipta. Rindu adalah luapan kasih atau cinta yang tak tersalurkan. Sampai pada sadar yang mendasar, aku pun bersimpuh dan melapaz: "astagfirullah."

Aku belum merasakan 'ratap rindu' padaNya. Apakah itu artinya kebersamaanku padaNya belum berlandaskan kasih atau cinta? Kebersamaan yang hanya dapat dikategorikan 'basa-basi'? Hanya melaksanakan  'wajib lapor' lima waktu?

Pada saat bersamaNya, aku tak memiliki waktu yang panjang  untuk 'bermanjaan' atau pun 'curhat'.  Waktu yang kuberikan untukNya sangat sedikiiitttt sekali bila dibandingkan berselancar bersama dengan para iblis buatan manusia. Aku benar-benar nista. Kenistaan seorang hamba yang begitu lalai dalam 'menjalin kebersamaan' dengan Penciptanya yang Maha Rahman dan Rahim.

Simpuhku dalam doa dengan penuh harap 'terjawabkan' :
"Ya Rabb, ampuni hambaMu ini. Berikan aku kesempatan untuk dapat menikmati 'ratap rindu' padaMu, sebelum roh yang Engkau titip padaku, Engkau ambil kembali....Berikan aku rasakan cintaMu dengan suka cita yang sangat mendalam ......suka cita akan rindu yang berbalas......aamiin."

(Jogja, 22 Februari 2015)

No comments:

Post a Comment