Saturday, April 4, 2015

Happy milad Rafif

Walau bukan untuk yang pertama kalinya, badanku tetap bergetar saat memasuki ruang operasi. Suasana begitu mencekam saat tubuh terbaring di meja operasi. Saat mata kualihkan ke samping, terlihat alat-alat dalam kondisi steril siap mengoyak-oyak perutku. Duh, rasa takut begitu menyelimuti pikiranku. Bayangan masa lalu begitu menghantui. 

"Jangan cemas, takut, bahkan stress... Yang santai ya, Bu! Tarik nafas perlahan dan bebaskan pikiran Ibu dari rasa takut."

Tim medis berusaha menenangkanku karena tekanan darahku tak kunjung turun. Obat hipertensi kuminum, dan mata kupejamkan sembari berzikir dan menyerahkan  semuanya kepada Ilahi. 

Setengah jam kemudian, kulihat persiapan operasi dimulai. Saat anestisi akan dilakukan, kupegang tangan dokter yang akan mengoperasiku dan berkata, "Dok, bila anakku lahir, tolong beritahukan kondisinya dan dekatkan wajahnya untuk memudahkanku menciumnya." Anggukan dokter berbarengan dengan jarum suntik menusuk punggungku. Sedetik kemudian, berjuta gigitan semut menjalar dari perut hingga ujung jemari kaki dan membuatku kebal tak merasakan koyakan pisau dan gunting bedah.

Zikir terus kulafazkan selama operasi berjalan, dan aku tersentak saat suara tangis meledak.  Bayi mungil laki-laki berparas tampan di gendongan dokter membuatku sangat terharu. Kucium pipi dan hidung mungilnya. Kuamati bagian tubuhnya dengan teliti dan saat kuraba kepalanya, dokter melihatku dengan wajah teduh - "Sempurna dan sehat, Bu."

Alhamdulillah, 12 tahun kehadirannya telah membuatku banyak belajar bersikap menjadi seorang ibu, sahabat dan terkadang sebagai 'musuh' bagi dirinya. Perubahan psikologisnya begitu pesat terlihat pada akhir-akhir ini. Sikap marah dan protes begitu mudah dilontarkannya padaku. Dan, hal itu sering membuatku syok. Zaman telah berubah. Anak di zaman kekinian tak lagi sama dengan di zamanku. Semua serba terbuka dan standar kesopanan pun berubah. Perubahan itu harus kuterima dan melihatnya dari kaca mata positif.

Kini, anakku telah remaja, dia begitu terbuka mengemukakan apa yang dirasakan dan yang diinginkannya. Walau, kerap tangisku mengiringi sikap 'vulgar' tersebut, tapi jauh di lubuk hati selalu mendoakannya kelak menjadi anak yang berprinsip, tangguh dan shaleh. Toh, kekuatan doa tak ada yang dapat memungkirinya. Dengan ikhtiar dan doa meminta bantuanNya tak akan ada yang mustahil.

("Nak...mama tetap berdoa moga cita-citamu menjadi imam mesjid kan terwujud, walau saat ini usahamu menuju ke arah tersebut tak terlihat.")

Met milad sayang, We luv u.

No comments:

Post a Comment