Wednesday, December 17, 2014

Kontemplasi

Rindu tak kuasa kubendung. Waktu terasa sangat lambat. Kebersamaan adalah kebahagiaan abadi. Malam ini kalian pun ingin mendahului waktu dengan berkemas dan bercerita rencana . Padahal masih ada 2x24 jam memisahkan kita. Rasa sesal pun terasa saat teringat keputusan untuk tak menemaniku lagi di sini. Tapi...mungkin inilah cara Ilahi mengajarkan pada kita arti  cinta, rindu, dan bahagia. Tanpa perpisahan mungkin kebersamaan adalah sesuatu yang terasa sangat biasa. Tanpa perpisahan mungkin kita tak pernah belajar arti seseorang bagi kehidupan ini. Yah,...kebersamaan dan perpisahan menghadirkan 'riuh dan sunyi'. Dan keduanya banyak menempaku untuk tak lagi berbuat kesalahan yang akan menyakiti hati kalian, walau kutahu manusia tak luput dari salah. Toh, salah dan benar hadir sebagai  suatu 'signal' evaluasi diri agar bisa menjadi manusia yang lebih baik dan berserah padaNya.
(Yogyakarta, 17 Desember 2014)

Monday, December 8, 2014

Lelaki Hidung Belang

Ada saja ulah laki-laki hidung belang yang bikin semua penghuni kostku terbahak-bahak sambil tepuk jidat.
Kisahnya seperti ini: sebut saja namanya Ana tetangga kamarku. Sudah beberapa bulan ini pacarnya tak ada kabar berita. Padahal sebelum-sebelumnya sang pacar rajin amir apel dan sungguh sikapnya romantis 'full abis'. Entah apa penyebabnya (malas kepo), tiba-tiba Rian (nama pacar Ana) tak pernah lagi menunjukkan keramahan dan sikap romantis yang bikin orang 'kelepek-kelepek' di kostku. 

Dan singkat cerita, Ana meminta pertolongan pada kami untuk menyusun siasat agar sang pacar tak menghindar lagi darinya. Menurut Ana, akhir-akhir ini bila dia sms pacarnya selalu yang balas ibunya dengan berbagai dalih. Tertulis di layar hape beberapa pesan.

Màaf ya Nak, Rian lupa bawa hape ke kantor. 
Maaf Ana, Ini Ibu. Rian sudah jarang sekali bawa hape kemana aja. Ibu    bingung. Kamu yang sabar ya...

Dan masih banyak lagi jawaban sms dari 'sang ibu'. Semua itu menurut kami sangat janggal. Masa sih seorang Rian tak lagi doyan komunikasi dengan hape, sementara menurutku dia itu ada tampang playboy dan tentunya senjata ampuh untuk mendapatkan gebetan baru melalui sosmed menggunakan smartphone.

Tiba-tiba,  di sela-sela kebisuan, salah satu dari kami nyeletuk: "Gimana, kalau kita jebak Rian. Caranya, Ana sms Rian...yah..pura-pura tanya kabar deh. Dan pada waktu yang sama, aku juga sms Rian dengan berpura-pura menjadi teman kuliahnya dan mengaku kembang kampus. Nah...kita lihat reaksinya...."

"Setuju......, "jawab kami  serentak.

Tak berapa lama apa yang kami perkirakan pun terjadi. Seperti biasa sms Ana dijawab 'sang ibu' dengan jawaban klasik nan basi. Sementara sms temanku  dijawab dengan antusias. Dan...akhirnya sampai pada skak mat.


"Duh, maaf ya Sinta...dari tadi kamu cerita tapi Rian belum ingat. Gimana kalau kita ketemuan? Tapi sebelumnya bisa kamu beri clue spesial agar Rian bisa ingat masa-masa indah bersamamu, please..."

"Rian, dulu ......... Sinta sering mengikuti jejakmu. Membalas sms pacarku dengan mengatasnamakan ibuku....biasalah pengen cari gebetan baru....Rian kali ini juga gitu kan? Ngaku dong......"

Dua tiga jenak kemudian, Ana menelpon Rian. Suara  tut tut tut tut...dan diakhiri ' maaf nomer yang anda tuju tidak dapat dihubungi atau cobalah beberapa saat lagi'.

Wkwkwkwkwkwkw.........Rian...Rian...kasihan banget dirimu. Kalau bohong. Jangan bawa-bawa nama ibu dong. Dosa...........

(Jogja, 8 Desember 2014)

Sunday, December 7, 2014

KETULUSAN CINTA

Senyumku mengembang. Pagi begitu sempurna. Semua pekerjaan rumah beres. Bersih-bersih dan masak kulakukan dengan riang. Hmmm, masih ada yang kurang. Tercium bau tak sedap. Ha....aku belum mandi.....Sembari bersenandung kusambar handuk dan menuju kamar mandi.

Saat mandi yang belum rampung. Suamiku berteriak: " Ma..ada telepon untukmu. Sepertinya sangat penting."

Kuhentikan mengguyur air ke tubuh. Kuraih telepon yang disodorkan suamiku melalui lubang angin kamar mandi.

"Halo...siapa ya?"

"Senang akhirnya setelah puluhan tahun bisa mendengar suaramu.... Saya, Fian....Alfian  Moga kamu masih ingat."

Dug...aku tersentak kaget. Jantungku berdetak kencang. Kenangan itu terputar kembali. Fian adalah cinta pertamaku. Cinta yang tak pernah terucap.

"Halo....kok kamu diam?"

Kenangan itu seketika buyar. Kaget membuatku tanpa sengaja menekan tombol merah pada telepon. Pembicaraan terputus. Sejenak kuterdiam dan selanjutnya kusegerakan menuntaskan mandi.

Handuk masih bertengger di kepalaku. Aku tertegun duduk menatap wajahku di cermin. Kejadian beberapa menit lalu membuatku linglung.

"Hei...kok bengong sih? Siapa yang nelpon tadi?"

Aku tergagap kaget. Entah sejak kapan suamiku berada di dekatku dan tentu memerhatikan tingkah aneh di pagi yang sempurna.

"Bukan siapa-siapa sayang. Hanya teman lama."

"Hmmm...teman lama spesial ya...?? Hayo ..ngaku,"celetuk suamiku dengan nada menggoda sembari menggelitik pinggangku.

Aku terbius dengan canda suamiku. Dan tanpa kusadari kami telah bergumul di ranjang saling menggelitik lekuk-lekuk tubuh. Geli teramat sangat membuatku angat kedua tangan tanda menyerah.

"Ampun...ampun , Sayang. Sudah jangan teruskan...bisa-bisa kita berdua ngompol di kasur."

"Hahahaha....jadi benarkan dugaanku, Sayang."

"Dugaanmu benar. Dia cinta pertamaku. Tapi jangan khawatir kami tak pernah jadian. Dan dia hanyalah masa lalu."

Mata itu menatap tajam tepat di kedua retinaku. Aku tertunduk tak sanggup menatap kecurigaan yang begitu nyata.

"He he he....aku percaya, Sayang. Tentunya semua orang punya masa lalu tak terkecuali dirimu."

Pelukan itu membuatku nyaman. Dan masa lalu tak lagi menjadi penting dikala kasih tulus memenuhi pikiran. Toh, hidup itu akan sangat bermakna bila kita bisa menghargai ketulusan dan tak menodainya dengan dusta.

(Yogyakarta, 9 Desember 2014)