Sunday, December 7, 2014

KETULUSAN CINTA

Senyumku mengembang. Pagi begitu sempurna. Semua pekerjaan rumah beres. Bersih-bersih dan masak kulakukan dengan riang. Hmmm, masih ada yang kurang. Tercium bau tak sedap. Ha....aku belum mandi.....Sembari bersenandung kusambar handuk dan menuju kamar mandi.

Saat mandi yang belum rampung. Suamiku berteriak: " Ma..ada telepon untukmu. Sepertinya sangat penting."

Kuhentikan mengguyur air ke tubuh. Kuraih telepon yang disodorkan suamiku melalui lubang angin kamar mandi.

"Halo...siapa ya?"

"Senang akhirnya setelah puluhan tahun bisa mendengar suaramu.... Saya, Fian....Alfian  Moga kamu masih ingat."

Dug...aku tersentak kaget. Jantungku berdetak kencang. Kenangan itu terputar kembali. Fian adalah cinta pertamaku. Cinta yang tak pernah terucap.

"Halo....kok kamu diam?"

Kenangan itu seketika buyar. Kaget membuatku tanpa sengaja menekan tombol merah pada telepon. Pembicaraan terputus. Sejenak kuterdiam dan selanjutnya kusegerakan menuntaskan mandi.

Handuk masih bertengger di kepalaku. Aku tertegun duduk menatap wajahku di cermin. Kejadian beberapa menit lalu membuatku linglung.

"Hei...kok bengong sih? Siapa yang nelpon tadi?"

Aku tergagap kaget. Entah sejak kapan suamiku berada di dekatku dan tentu memerhatikan tingkah aneh di pagi yang sempurna.

"Bukan siapa-siapa sayang. Hanya teman lama."

"Hmmm...teman lama spesial ya...?? Hayo ..ngaku,"celetuk suamiku dengan nada menggoda sembari menggelitik pinggangku.

Aku terbius dengan canda suamiku. Dan tanpa kusadari kami telah bergumul di ranjang saling menggelitik lekuk-lekuk tubuh. Geli teramat sangat membuatku angat kedua tangan tanda menyerah.

"Ampun...ampun , Sayang. Sudah jangan teruskan...bisa-bisa kita berdua ngompol di kasur."

"Hahahaha....jadi benarkan dugaanku, Sayang."

"Dugaanmu benar. Dia cinta pertamaku. Tapi jangan khawatir kami tak pernah jadian. Dan dia hanyalah masa lalu."

Mata itu menatap tajam tepat di kedua retinaku. Aku tertunduk tak sanggup menatap kecurigaan yang begitu nyata.

"He he he....aku percaya, Sayang. Tentunya semua orang punya masa lalu tak terkecuali dirimu."

Pelukan itu membuatku nyaman. Dan masa lalu tak lagi menjadi penting dikala kasih tulus memenuhi pikiran. Toh, hidup itu akan sangat bermakna bila kita bisa menghargai ketulusan dan tak menodainya dengan dusta.

(Yogyakarta, 9 Desember 2014)

No comments:

Post a Comment