"Manusia tak pernah puas. Selalu saja ada yang kurang. (Jeda) Aku
melihat suaminya sangat sempurna. Namun, menurutnya banyak hal yang tak
ada pada pasangannya dan ada pada selingkuhannya." Temanku
mengoceh panjang lebar bernada sinis tentang perselingkuhan sahabatnya
kepadaku. Aku hanya menempatkan diri sebagai pendengar yang baik. Aku
tak ingin berburuk sangka atau berpihak karena semuanya tak ada
kaitannya denganku. Dan, aku hanya bisa berkomentar bernada netral: " Ah sudahlah.... biarkan dia menjalani hidupnya seperti itu karena telah menjadi pilihannya."
Temanku menatap tajam tepat di mataku beberapa detik. Setelah itu dia melengos tak senang.
"Apakah kamu tidak menyayanginya? Kita wajib memberinya solusi demi keutuhan keluarganya ."
Aku terdiam. Otakku bekerja mencari solusi. Namun, apakah tepat memberi
solusi pada seseorang tanpa mengetahui permasalahan yang sebenarnya.
Belumlah tentu penilaian seseorang secara kasat mata dan sepihak selalu
benar adanya. Pikiranku mulai mencoba menebak sebab
perselingkuhan. Apakah suami tak mencintainya lagi? Apakah suami tak
mampu memberinya nafkah lahir dan bathin? Ataukah masalah yang
sebenarnya ada pada sahabat temanku yang tidak lagi bersyukur akan apa
yang dimilikinya. Duh, kepalaku pusing memikirkan kisruh rumah tangga
orang lain. Sementara aku sendiri kerap menghadapi permasalahan di dalam
rumah tanggaku. Ketidaksamaan persepsi adalah contoh penyebab
perselisihan diantaraku dan suami. Namun, aku selalu yakin semua itu
merupakan 'ujian' kenaikan tingkat dari Ilahi. Permasalahan sebenarnya
adalah terletak pada kepiawaian seseorang dalam mengendalikan kadar
emosi dan level egois individu.
"Menyayangi seseorang bukan
berarti kita harus mencampuri urusan mereka toh?" - jawabku bernada
putus asa karena tak memiliki ide berupa solusi.
Temanku pun mengangguk dan berkata: "Betul juga, biarlah dia hadapi masalahnya sendiri dan kita mengambil hikmahnya."
Keputusan kami untuk tidak terlibat masalah sahabat temanku membuatku
merenung.- "Adakah ini termasuk sikap 'siapa lu siapa gue' yang telah
menjadi milik masyarakat perkotaan? Entahlah.... aku hanya ingin dia
mandiri dalam menghadapi ujian hidup. Toh, hidup penuh akan
tanggungjawab baik secara vertikal maupun horisontal.
No comments:
Post a Comment