"Kapan kita pulang, Nak?....Saya sudah bosan."
Pertanyaan itu
berulangkali dilontarkan ayah kepada kami-aku, kakak perempuan dan
ibuku. Pancaran matanya tampak sendu dan seolah menerawang ke suatu
tempat.
"Ayah mau pulang kemana? tanyaku dengan perlahan sembari
membelai punggung sosok tua yang sangat berarti bagi keluargaku. "Ini
rumah ayah," lanjutku.
"Ke...ke.. Surabaya..."
Aku mendengar cerita ayah dengan sabar. Beberapa ceritanya tak lagi
sesuai dengan kenyataan. Ingatan ayah dari hari ke hari semakin menurun.
Dia kerap tak ingat rumah yang ditempatinya adalah tempat tinggalnya
bersama keluarga dalam puluhan tahun.
Ayah bukan lagi sosok
lelaki tegas yang membuat kami selalu patuh dan hormat padanya. Ayah
kini menjadi sosok anak lelaki yang harus dihadapi dengan sabar dan
penuh perhatian. Bak anak lelaki yang baru belajar berjalan, makan dan
bercerita dengan berbagai imajinasi yang dimilikinya. Namun, apapun itu
ayah tetaplah pemimpin keluarga yang telah banyak mengajarkan pada kami
prinsip yang baik sebagai pedoman hidup. Perubahan fisik karena usia dan
penyakit tak akan mampu memudarkan cinta kami padanya..... We always
love u ayah...
No comments:
Post a Comment