Wednesday, December 18, 2013

Mengasah Empati

Tundukkan Setan Pikiranmu, Jadilah Malaikat Kehidupan - judul sebuah buku 'best seller' tergeletak di lantai kamar kostku. Buku milik salah satu teman studiku yang sarat akan tips untuk meraih impian itu tak lagi ingin kubaca.

Aku masih saja tersenyum saat mengingat beberapa poin yang sempat merasuki pikiranku. Bagaimana tidak, tips yang dianjurkan cukup sederhana, namun sulit untuk dilaksanakan, seperti: "Belanjalah sayur di tukang sayur gerobak dan tidak usah menawar serta bayarlah lebih mahal. Atau, ambil selembar mata uang terbesar yang ada di dompet anda dan berikan pada tukang sapu jalanan."

Aku masih saja tersenyum mengingat terlalu banyak orang yang mengaku kaya tetapi sangat miskin dalam berbagi. Tidak terkecuali diriku. Masalah berbagi masih kukalkulasi dengan persamaan yang rumit. Begitu banyak pertimbangan untung dan rugi.

Tiba-tiba, aku teringat pada sosok anak perempuan usia belasan yang selalu meminta belas kasih pengunjung kedai langgananku. Hanya satu atau dua orang saja yang berminat berbagi rezeki, itu pun hanya uang receh. Mungkin, orang-orang sangat mematuhi himbauan pemerintah untuk tidak memberi uang kepada peminta-minta. Tetapi, apakah tak ada lagi signal dari naluri yang begitu sensitif yang kita miliki dalam berempati kepada orang yang tepat? Aku pun sering tak seimbang dalam menilai sisi positif dan negatif 'seseorang'. Kerap hatiku tak tersentuh melihat pengemis dikarenakan ada prasangka mereka dipekerjakan oleh seseorang.
Tetapi, kurasa tak ada salahnya sesekali mempraktekkan tips dari buku tersebut sebagai latihan dalam berempati. Dan, mungkin kelak aku merasakan manfaatnya menjadi orang kaya yang tak miskin berbagi.

Tawa pun tak sadar keluar dari rongga dadaku dengan lepas. Aku menertawai diriku yang belum bisa menundukkan setan pikiranku. Suatu tawa yang memotivasiku untuk tidak menjadi seorang malaikat kehidupan tetapi cukup mempunyai kesempatan untuk melaksanakan tips kehidupan dengan tepat. Toh, aku tetap ingin menjadi manusia yang sempurna dikarenakan ketidaksempurnaan yang ada.

(Jogja, 18-12-2013)

No comments:

Post a Comment